Showing posts with label ASAL MULA BUMI SILAMPARI. Show all posts
Showing posts with label ASAL MULA BUMI SILAMPARI. Show all posts

Monday 26 January 2015

ASAL MULA BUMI SILAMPARI (Kisah Dayang Torek)



Kisah berasal dari desa Ulak Lebar, marga Sindang Kelingi Ilir, Lubuklinggau Sumsel. Alkisah, di dusun Ulak Lebar tersebut hiduplah seorang putri yang cantik luar biasa. Tubuh yang tinggi semampai, wajahnya halus bercahaya, rambutnya panjang ikal mayang, jemarinya lentik, matanya berkilau seperti bintang. Gadis itu bernama Dayang Torek.

Karena kecantikannya banyak orang terkagum-kagum. Dayang Torek terkenal sampai ke pelosok negeri. Banyak orang yang mengatakan Dayang Torek seperti titisan bidadari dari kayangan. Atau peri (orang Lubuklinggau menyebutnya) yang turun dari langit.

Selain memiliki kecantikan yang luar biasa, Dayang Torek juga pandai menari. Sehingga Dayang Torek kerap diminta untuk menari dihadapan para pembesar yang datang berkunjung ke Ulak Lebar.

Ternyata, kecantikan Dayang Torek menyebar ke seluruh antero negeri. Dan sampailah tentang kecantikan Dayang Torek ke telinga pangeran dari Palembang. Pangeran dari Palembang tersebut ingin membuktikan apakah benar Dayang Torek seorang gadis yang memiliki kecantikan luar biasa seperti digebar-gemborkan orang. Ketika sampai di desa Ulak Lebar, seperti biasa para tamu disambut dengan tari-tari persembahan. Betapa terkejutnya pangeran ketika melihat seorang penari yang lemah gemulai dan memiliki kecantikan luar biasa. Pangeran sangat terpesona.

“ Wow! Cantik sekali gadis itu. Luar biasa…Benar kata orang kalau di desa ini ada bidadari. Siapakah nama bidadari ini..?” Batin Pangeran terkagum-gagum. Seperti tamu yang lainnya, mata pangeran pun seperti tak berkedip melihat keanggunan Dayang Torek.

Kekaguman Pangeran membuat dirinya ingin memiliki putri Dayang Torek. Hatinya sudah bulat ingin menyunting putri Dayang Torek. Lalu pangeran menghadap ayahanda Dayang Torek, yaitu Gindo Ulak Lebar. Pangeran menyampaikan keinginannya untuk mmempersunting Dayang

“Gindo Ulak Lebar, Aku bermaksud ingin menyunting putri Gindo, Dayang Torek. Aku ingin membawanya ke istanaku di Palembang untuk kujadikan permaisuriku” Ungkap pangeran. Dalam hati Pangeran, Gindo Ulak Lebar tak akan menolak, apalagi jika anaknya akan dijadikan permaisuri.

“Maaf Baginda, hamba bukan menolak keinginan baginda Pangeran. Benar Dayang Torek putri hamba. Namun, semuanya hamba serahkan kepada Dayang Torek sendiri Baginda. Karena dialah yang punya hak untuk menentukan nasibnya” Jawab Gindo Ulak Lebar dengan hati bergetar.

”Hmmm....baik, mana putrimu itu” Jawab Pangeran agak pongah.

Ketika Dayang Torek tiba dihadapannya, Pangeran mengemukakan maksudnya. Dayang Torek dengan halus menolak permintaan Pangeran dengan alasan belum mau berumah tangga. Sang Pangeran berusaha menutupi kekecewaannya. Dalam hati dia bertekat suatu saat Dayang Torek pasti akan disuntingnya.

Setelah kembali ke Palembang, beberapa kali Pangeran mengirim utusannya ke dusun Ulak Lebar untuk melamar Dayang Torek. Di bawanyahlah hadiah emas dan perak, dengan harapan Dayang Torek menerima kesungguhannya.

Melihat gelagat ini, Gindo Ulak Lebar mulai waspada terhadap penolakan putrinya. Walau bagaimanapun Pangeran adalah atasannya. Tidak menutup kemungkinan suatu saat akan terjadi hal yang tidak diinginkan terjadi di Ulak Lebar ini. Akhirnya Gindo bersama dengan warganya menanami sekeliling kampung dengan bambu yang sangat rapat. Maksudnya sebagai benteng pertahanan.

Namun, sebelum pekerjaan mereka selesai, Dayang Torek telah diculik. Semua penduduk geger. Dayang Torek di cari kemana-mana namun tidak bertemu juga. Akhirnya diketahuilah kalau Dayang Torek telah diculik oleh orang suruhan pangeran. Suatu hari Gindo datang ke Palembang menemui Pangeran.

“Pangeran junjungan patik, hamba mohon kembalikan putri hamba. Mengapa Pangeran menculiknya?”

“Gindo, aku menyukai anakmu itu. Berulang kali aku meminta kesediaannya untuk ku sunting jadi istriku. Tapi dia selalu menolak! Habislah kesabaranku. Sekarang dia telah menjadi istriku dia akan bahagia hidup di istanaku. Pulanglah ke Ulak Lebar”

”Izin